Kamis, 24 September 2009

TaRsiUs


Mamalia Imut dalam Populasi yang Kian Menciut



Tarsius, mamalia terimut di dunia. Tubuhnya hanya sebesar tikus kecil. Panjang tubuhnya hanya 10-15 cm. Bobot tubuhnya sekitar 130 gram. Berbeda dengan tikus, panjang ekor Tarsius hampir mencapai dua kali dari panjang tubuhnya, yaitu 24-28 cm.


Tarsius merupakan hewan endemik di Sulawesi. Habitatnya di hutan-hutan Sulawesi Utara hingga Sulawesi Selatan, bahkan juga di pulau-pulau sekitar Sulawesi, seperti Suwu, Selayar, dan Peleng. Selain di Sulawesi, Tarsius juga hidup di Filipina. Tarsius yang hidup di Sulawesi berjenis Tarsius spectrum yang menurut para peneliti dianggap sinonim junior Tarsius tarsier.


Nama Tarsius diambil dari nama bagian tubuh Tarsius yang unik. Binatang imut ini memiliki tungkai (tarsal) yang panjang. Panjang tungkai Tarsius dapat melebihi dari panjang tubuhnya. Oleh karenanya, Tarsius bergerak dengan melompat. Panjang lompatannya dapat mencapai 30 meter. Karena tungkainya yang panjang, Tarsius tidak dapat berjalan. Di permukaan tanah yang datar, Tarsius pun tidak bergerak dengan berjalan melainkan melompat.


Tarsius unik. Tarsius memiliki dua buah bola mata yang bundar dan besar. Tiap bola matanya berdiameter 16 mm dan berukuran sama besar dengan keseluruhan otaknya. Walaupun bola matanya besar, bola mata Tarsius tidak dapat bergerak bebas. Untuk melihat objek yang tidak ada di hadapannya, Tarsius harus memutar lehernya. Leher Tarsius dapat berputar hingga 180 derajat. Tarsius juga memiliki dua buah telinga di kanan dan kiri kepalanya. Daun telinganya setipis kertas dan dapat bergerak-gerak ketika mendengar bunyi. Tarsius memiliki jari-jari yang memanjang. jari ketiganya kira-kira sama panjangnya dengan lengan atasnya. Di banyak ujung jarinya ada kuku. Kuku pada jari kedua dan ketiga dari kaki belakang Tarsius berfungsi sebagai cakar dan berguna untuk merawat tubuh. Bulu Tarsius sangat lembut dan mirip beludru. Biasanya bulu Tarsius berwarna coklat abu-abu, coklat muda, atau kuning-jingga muda.


Tarsius adalah hewan nokturnal. Di siang hari, Tarsius menggunakan waktunya untuk tidur. Sementara itu, di malam hari, Tarsius mulai beraktivitas termasuk berburu mencari mangsa. Mangsa Tarsius adalah serangga, seperti jangkrik, kecoa, dan reptil kecil. Selain serangga, Tarsius juga memangsa burung dan kelelawar.


Tarsius hidup di pohon. Tarsius membuat lubang di batang pohon besar sebagai ‘rumah’nya. Di dalam ‘rumah’nya, Tarsius tinggal bersama ‘keluarga’nya. Tarsius adalah hewan monogomi. Dalam satu keluarga Tarsius, hanya ada satu induk jantan, satu induk betina, dan anak Tarsius. Anak-anak Tarsius yang masih kecil akan dilindungi oleh induk. Bayi Tarsius dibawa oleh induk dengan menggigit tengkuknya (seperti induk kucing membawa anaknya). Ketika berburu, ‘keluarga’ Tarsius akan berpencar. Saat akan kembali ke ‘rumah’nya, mereka mengeluarkan suara-suara khusus sebagai tanda untuk kembali. Tarsius menggunakan urinnya untuk memberi tanda teritori mereka. Dalam satu pohon, dapat ditinggali oleh lebih dari satu keluarga Tarsius. Satu keluarga Tarsius tinggal dalam teritori beradius 1 hektar dari keluarga Tarsius lain.


Perkembangbiakan Tarsius tergolong lambat. Masa kehamilan induk betina Tarsius adalah enam bulan. Seekor anak Tarsius berkembang menjadi Tarsius dewasa dalam waktu satu tahun. Sementara itu, induk betina Tarsius melahirkan seekor anak Tarsius dalam waktu satu tahun.


Pada tahun 1998, jumlah Tarsius di hutan-hutan Sulawesi 3500 ekor. Pada tahun 2008, jumlah tersebut menurun hingga hanya 1800 ekor saja. Selain diburu untuk dikonsumsi dagingnya, perkembangbiakan Tarsius tergolong relatif lambat. Oleh sebab itu, populasi Tarsius mengalami penurunan drastis.


Upaya pelestarian Tarsius dengan karantina belum dapat dikatakan berhasil, karena Tarsius tidak dapat membentuk koloni pembiakan dalam kurungan. Jika dikurung, Tarsius justru akan melukai dirinya dan bahkan membunuh dirinya akibat stres. Mungkin kita perlu belajar dari Filipina (Philipine Tarsier Foundation) yang mampu mengembalikan populasi Tarsius di Pulau Bohol dengan membuat kandang semiliar yang dapat menarik serangga nokturnal yang menjadi makanan Tarsius.


Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Tarsius

http://id.wikipedia.org/wiki/Tarsius_tarsier

http://travel.kompas.com/read/xml/2008/11/09/10211533/sering.dikonsumsi.populasi.tarsius.turun.drastis

Senin, 21 September 2009

bInTaNg dan 'BiNtANg'

Bintang-bintang berikan cah’yamu

Bintang-bintang taburi kami malam ini

Bintang-bintang biarkan sinarmu..u…

Menerangi indahnya cinta…


Uhui…co cwiiit….xixixi… Kalimat di atas merupakan penggalan syair dari lagu ‘bintang-bintang’ yang dinyanyikan dan dipopulerkan oleh Titi DJ. Masih inget kan?


Nah,, siapa sih yang ga ga tau sama sekali tentang bintang? Siapa juga yang ga tersepona oleh indahnya bintang? Xixixi…


Menurut wiki (baca: Wikipedia), bintang itu didefinisikan sebagai benda langit yang memancarkan cahayanya sendiri. Ada banyak bintang yang bertebaran di galaksi qta (bimasakti-red). Jumlahnya dapat mencapai ratusan bahkan milyaran. Euleh..euleh…


Ketika bersinar, bintang mentransfer energi. Besarnya energi yang dipancarkan oleh bintang dipengaruhi oleh ukuran (diameter) dan jaraknya dari bumi. Sebuah bintang yang berukuran kecil dan berada dekat dengan bumi akan memberikan dampak energi yang lebih besar dibandingnkan dengan bintang yang berukuran lebih besar namun berada lebih jauh dari bumi. Matahari adalah bintang yang berada paling dekat dengan bumi. Jaraknya ‘hanya’ 149.800.000 km dari bumi.


Bintang memancarkan sinarnya secara kontinu. Walaupun demikian, mengapa bintang terlihat berkelip? Kelip bintang terjadi akibat adanya perbedaan kerapatan atmosfer bumi. Di samping itu, terdapat juga debu-debu angkasa yang menghalangi pancaran sinar bintang. Oleh sebab itu, cahaya bintang terlihat berkelip jika diamati dari bumi.


Entah mengapa, gw salah satu makhluk bumi yang mengagumi indahnya bintang. Dulu, gw bisa duduk berjam-jam di lantai atas rumah gw cuma untuk melihat n mengamati bintang. Soalnya bintang-bintang itu kelihatan kuereeeen buanget. Apalagi kalau bintang-bintang itu udah membentuk rasi bintang. Wah kueren buanget.


Sayangnya, keindahan bintang itu ga bisa diamati dan dinikmati setiap saat. Beberapa bulan terakhir gw malah cuma lihat langit yang bersih tanpa bintang. Hiks hiks… Sebenarnya keindahan langit bertaburan bintang itu merupakan keindahan yang tidak tergantikan (halah). Namun demikian, gw sering mengamati langit malam yang dihiasi lampu2 malam. Walaupun ga sama, tapi gw sering berimajinasi kalau lampu-lampu itu adalah bintang. Hihihi maksa ya???


Menurut gw, langit malam yang dihiasi lampu-lampu malam itu indah. Langit malam yang bertaburan bintang juga indah. Jika foto langit malam yang dihiasi lampu-lampu malam diputar 180 derajat, maka yang terlihat adalah foto langit malam yang dihiasi dengan gugusan bintang. Ga percaya?? Coba deh perhatiin foto koleksi temen gw berikut ini.


Foto langit malam + lampu kota.


foto langit malam + 'bintang'.


Keduanya akan terlihat sama bukan? Langit hitam betaburan ‘bintang’. Hehehe ^_^

Minggu, 20 September 2009

Jelajah Kota Tua

Udah pernah denger istilah kota tua? Kalau denger kata ini pasti pikiran kita ga jauh jauh dari kota yang udah sangat berumur alias tua banget. Bisa jadi bukan bentuk kota tapi malah sisa-sisa bangunan tua yang udah dimakan zaman. Orang2nya juga mungkin uda pada tua atau malah udah ditinggalin sama penghuninya. Hiii syerem banget ya….

Nah, bermula dari keingintahuan gw itulah, gw akhirnya mendaftarkan diri dan mengikuti acara Jelajah kota tua yang diadakan oleh Komunitas Jelajah Budaya. Event yang dimotori oleh kartum setiawan ini dilaksanakan secara berkala dan salah satunya pada 1 Juni 2008.

Panitia acara mimilih halaman museum bank mandiri sebagai titik start. Di halaman museum bank mandiri inilah, para peserta jelajah kota tua dibagi ke dalam kelompok-kelompok. Nama-nama kelompoknya diambil dari nama-nama yang berkaitan dengan kota tua. Kebetulan kelompok gw bernama Kelompok Betawi. Setiap kelompok terdiri dari 10-15 orang dengan 1 tour guide. Selama ‘penjelajahan’, panitia menyediakan ojek sepeda ontel sebagai sarana transportasi. WOW!! Menjelajahi kota tua pake ojek sepeda ontel??? Ga kebayang kan?? ^^

Dari halaman Museum Bank Mandiri, kami berangkat menuju destinasi pertama, yaitu Stasiun Gudang. Stasiun ini berada di wilayah Jakarta Utara. Dulu, stasiun gudang berfungsi sebagai gudang dan stasiun kereta dari kawasan Kota menuju Tanjung Priok. Pembangunannyapun bertujuan sebagai lebaran atau pendukung untuk Pelabuhan Sunda Kelapa. Kini, walaupun bangunannnya sudah tua, bahkan di beberapa bagian dindingnya sudah terkelupas dan tidak utuh lagi, tapi stasiun ini masih beroperasi. Selain sebagai tempat penyimpanan kontainer-kontainer besar dari Pelabuhan Tanjung Priok, stasiun ini berfungsi sebagai stasiun pendistribusi barang ke timur Pulau Jawa, salah satu kota tujuannya adalah Surabaya. Usia stasiun ini hampir sama dengan usia Stasiun Beos, Kota, yang merupakan stasiun pertama untuk penumpang di Jakarta.

Gerbang Stasiun Gudang.

Setelah puas melihat-lihat stasiun gudang dan foto-foto (tentunya) Kelompok Betawi melanjutkan perjalanan menuju tujuan berikutnya, yaitu Mesjid Kramat Kampong Bandan. Mesjid ini terletak di tepi Jalan Lodan Raya Jakarta Utara. Mesjid ini diyakini oleh masyarakat Betawi sebagai masjid keramat. Di kompleks masjid ini terdapat tiga makam yang dikeramatkan, yaitu makam Habib Mohammad bin Umar Al-Qudsi (wafat pada 23 Muharram 1118 H), Habib Ali bin Abdurrahman Ba’ Alwi (wafat 15 Ramadhan 1122 H), dan Habib Abdurahman bin Alwi Asy-Syathri (wafat 18 Muharam 1326 H), pendiri masjid itu. Sejak berdiri pada abad ke-18, masjid ini telah mengalami beberapa kali renovasi tanpa meninggalkan identitas keasliannya.

tiga makam keramat di dalam masjid Kramat Kp Bandan.


Dengan sepeda ontel, pejelajahan kota tua dilanjutkan dengan mengunjungi Benteng Ancol. Bangunan yang disebut ‘benteng’ ini lebih mirip sebentuk sisa bangunan kokoh yang terbuat dari batu. Tidak terlihat jelas mana bagian depan dan bagian belakang dari bangunan ini. Tanah dan pepohonan menutupi hingga hampir setengah dari tinggi bangunan tersebut. Walaupun demikian, masih tampak beberapa ruangan di dalam bangunan tersebut. Tidak ada informasi pasti sejak kapan bangunan benteng ini berdiri dan apa fungsinya. Saat ini, ruangan yang ada di dalam bangunan yang tidak lagi terawat itu digunakan oleh para tunawisma sebagai tempat berlindung.

Benteng Ancol.

Destinasi berikutnya adalah Klenteng Ancol yang berada di dalam area Perumahan mewah Pasir Putih Jakarta Utara. Klenteng Ancol yang juga bernama Vihara Bahtera Bhakti berada tepat di ujung perumahan mewah itu. Selain sebagai tempat beribadah, bangunan milik Yayasan Bahtera Bhakti itu, sering dikunjungi para peziarah. Salah satu makam yang sering dikunjungi peziarah adalah makam Embah Said yang konon dikeramatkan. Sejak berdiri pada 1650, bangunan itu telah mengalami perbaikan, perubahan, serta penambahan pada 1839, 1923, dan 1974. Selain makam Embah Said, di dalam kompleks klenteng tersebut juga terdapat beberapa bangunan lain, yaitu bangunan klenteng utama untuk pemujaan terhadap Sam Po Soei Soe dan istrinya, bangunan untuk pemujaan sang Budha, bangunan untuk pemujaan Dewi Kwan Im, bangunan untuk pemujaan Kong Tjai Sen atau Gong Zhu Cai Shen, bangunan untuk Pemujaan Kwan Kong atau Gua Gong (Dewa Perang), bangunan karyawan Klenteng, dan bangunan pertemuan.

Klenteng Ancol.

Perjalanan penjelajahan kota tua dilanjutkan dengan mengunjungi Museum Fatahilah atau Museum Batavia. Dulu, museum ini merupakan gedung balai kota dan berdiri pada tahun 1707--1710 atas perintah Gubernur Jenderal Johan Van Hoorn. Bangunan yang berada di Jalan Taman Fatahillah No.2 Jakata Barat ini resmi menjadi museum pada 30 Maret 1974. Beberapa objek yang terdapat di dalam bangunan berlantai tiga terebut, antara lain adalah perjalanan sejarah Jakarta, replika peninggalan masa Tarumanegara dan Pajajaran, hasil penggalian arkeologi di Jakarta, mebel antik mulai dari abad ke-17 sampai 19, serta berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi dan becak. Di samping itu, terdapat juga patung Dewa Hermes dan meriam Jagur di halaman bangunan yang memiliki luas keseluruhan 1300 meter persegi tersebut.

Patung Hermes di halaman Museum Fatahillah.

Setelah berfoto bersama, penjelahan Kelompok Betawi dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju salah satu bangunan cagar budaya kota tua di Jakarta yang menjadi start kami dalam penjelajahan ini, yaitu gedung Museum Bank Mandiri. Bangunan yang berada di Jl. Lapangan Stasiun No. 1, Jakarta Barat ini menempati area seluas 10039 meter persegi. Di dalamnya terdapat berbagai koleksi perbankan tempoe doeloe, seperti antara lain peti uang, mesin hitung uang mekanik, kalkulator, mesin pembukuan, dan mesin cetak. Awalnya gedung ini merupakan gedung Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) atau Factorji Batavia, yaitu perusahaan dagang milik Belanda yang kemudian berkembang menjadi perusahaan di bidang perbankan. Bangunan yang dirancang oleh 3 orang arsitek belanda yaitu J.J.J de Bruyn dan A.P. Smits dan C. van Linde ini dibangun tahun 1929 dan pada tanggal 14 Januari 1933 dibuka secara resmi oleh C.J Karel Van Aalst, Presiden NHM ke-10. Sejak gedung ini berdiri hingga kini, Gedung ex-NHM ini tampak kokoh dan megah dengan arsitektur Niew Zakelijk atau Art Deco Klasik. Selain itu, ornamen bangunan, interior dan furnitur museum ini masih asli seperti ketika bangunan ini didirikan.

Museum Bank Mandiri.

Di Gedung Museum Bank Mandiri inilah kami mengawali dan mengakhiri ‘penjelajahan’ kota tua Jakarta, hanya dengan kontribusi sebesar 50 ribu rupiah per peserta. ^_^

Kelompok Betawi.

Jumat, 18 September 2009

huray...

huraY...

aye PuNya bLog. ^_^