Minggu, 20 September 2009

Jelajah Kota Tua

Udah pernah denger istilah kota tua? Kalau denger kata ini pasti pikiran kita ga jauh jauh dari kota yang udah sangat berumur alias tua banget. Bisa jadi bukan bentuk kota tapi malah sisa-sisa bangunan tua yang udah dimakan zaman. Orang2nya juga mungkin uda pada tua atau malah udah ditinggalin sama penghuninya. Hiii syerem banget ya….

Nah, bermula dari keingintahuan gw itulah, gw akhirnya mendaftarkan diri dan mengikuti acara Jelajah kota tua yang diadakan oleh Komunitas Jelajah Budaya. Event yang dimotori oleh kartum setiawan ini dilaksanakan secara berkala dan salah satunya pada 1 Juni 2008.

Panitia acara mimilih halaman museum bank mandiri sebagai titik start. Di halaman museum bank mandiri inilah, para peserta jelajah kota tua dibagi ke dalam kelompok-kelompok. Nama-nama kelompoknya diambil dari nama-nama yang berkaitan dengan kota tua. Kebetulan kelompok gw bernama Kelompok Betawi. Setiap kelompok terdiri dari 10-15 orang dengan 1 tour guide. Selama ‘penjelajahan’, panitia menyediakan ojek sepeda ontel sebagai sarana transportasi. WOW!! Menjelajahi kota tua pake ojek sepeda ontel??? Ga kebayang kan?? ^^

Dari halaman Museum Bank Mandiri, kami berangkat menuju destinasi pertama, yaitu Stasiun Gudang. Stasiun ini berada di wilayah Jakarta Utara. Dulu, stasiun gudang berfungsi sebagai gudang dan stasiun kereta dari kawasan Kota menuju Tanjung Priok. Pembangunannyapun bertujuan sebagai lebaran atau pendukung untuk Pelabuhan Sunda Kelapa. Kini, walaupun bangunannnya sudah tua, bahkan di beberapa bagian dindingnya sudah terkelupas dan tidak utuh lagi, tapi stasiun ini masih beroperasi. Selain sebagai tempat penyimpanan kontainer-kontainer besar dari Pelabuhan Tanjung Priok, stasiun ini berfungsi sebagai stasiun pendistribusi barang ke timur Pulau Jawa, salah satu kota tujuannya adalah Surabaya. Usia stasiun ini hampir sama dengan usia Stasiun Beos, Kota, yang merupakan stasiun pertama untuk penumpang di Jakarta.

Gerbang Stasiun Gudang.

Setelah puas melihat-lihat stasiun gudang dan foto-foto (tentunya) Kelompok Betawi melanjutkan perjalanan menuju tujuan berikutnya, yaitu Mesjid Kramat Kampong Bandan. Mesjid ini terletak di tepi Jalan Lodan Raya Jakarta Utara. Mesjid ini diyakini oleh masyarakat Betawi sebagai masjid keramat. Di kompleks masjid ini terdapat tiga makam yang dikeramatkan, yaitu makam Habib Mohammad bin Umar Al-Qudsi (wafat pada 23 Muharram 1118 H), Habib Ali bin Abdurrahman Ba’ Alwi (wafat 15 Ramadhan 1122 H), dan Habib Abdurahman bin Alwi Asy-Syathri (wafat 18 Muharam 1326 H), pendiri masjid itu. Sejak berdiri pada abad ke-18, masjid ini telah mengalami beberapa kali renovasi tanpa meninggalkan identitas keasliannya.

tiga makam keramat di dalam masjid Kramat Kp Bandan.


Dengan sepeda ontel, pejelajahan kota tua dilanjutkan dengan mengunjungi Benteng Ancol. Bangunan yang disebut ‘benteng’ ini lebih mirip sebentuk sisa bangunan kokoh yang terbuat dari batu. Tidak terlihat jelas mana bagian depan dan bagian belakang dari bangunan ini. Tanah dan pepohonan menutupi hingga hampir setengah dari tinggi bangunan tersebut. Walaupun demikian, masih tampak beberapa ruangan di dalam bangunan tersebut. Tidak ada informasi pasti sejak kapan bangunan benteng ini berdiri dan apa fungsinya. Saat ini, ruangan yang ada di dalam bangunan yang tidak lagi terawat itu digunakan oleh para tunawisma sebagai tempat berlindung.

Benteng Ancol.

Destinasi berikutnya adalah Klenteng Ancol yang berada di dalam area Perumahan mewah Pasir Putih Jakarta Utara. Klenteng Ancol yang juga bernama Vihara Bahtera Bhakti berada tepat di ujung perumahan mewah itu. Selain sebagai tempat beribadah, bangunan milik Yayasan Bahtera Bhakti itu, sering dikunjungi para peziarah. Salah satu makam yang sering dikunjungi peziarah adalah makam Embah Said yang konon dikeramatkan. Sejak berdiri pada 1650, bangunan itu telah mengalami perbaikan, perubahan, serta penambahan pada 1839, 1923, dan 1974. Selain makam Embah Said, di dalam kompleks klenteng tersebut juga terdapat beberapa bangunan lain, yaitu bangunan klenteng utama untuk pemujaan terhadap Sam Po Soei Soe dan istrinya, bangunan untuk pemujaan sang Budha, bangunan untuk pemujaan Dewi Kwan Im, bangunan untuk pemujaan Kong Tjai Sen atau Gong Zhu Cai Shen, bangunan untuk Pemujaan Kwan Kong atau Gua Gong (Dewa Perang), bangunan karyawan Klenteng, dan bangunan pertemuan.

Klenteng Ancol.

Perjalanan penjelajahan kota tua dilanjutkan dengan mengunjungi Museum Fatahilah atau Museum Batavia. Dulu, museum ini merupakan gedung balai kota dan berdiri pada tahun 1707--1710 atas perintah Gubernur Jenderal Johan Van Hoorn. Bangunan yang berada di Jalan Taman Fatahillah No.2 Jakata Barat ini resmi menjadi museum pada 30 Maret 1974. Beberapa objek yang terdapat di dalam bangunan berlantai tiga terebut, antara lain adalah perjalanan sejarah Jakarta, replika peninggalan masa Tarumanegara dan Pajajaran, hasil penggalian arkeologi di Jakarta, mebel antik mulai dari abad ke-17 sampai 19, serta berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi dan becak. Di samping itu, terdapat juga patung Dewa Hermes dan meriam Jagur di halaman bangunan yang memiliki luas keseluruhan 1300 meter persegi tersebut.

Patung Hermes di halaman Museum Fatahillah.

Setelah berfoto bersama, penjelahan Kelompok Betawi dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju salah satu bangunan cagar budaya kota tua di Jakarta yang menjadi start kami dalam penjelajahan ini, yaitu gedung Museum Bank Mandiri. Bangunan yang berada di Jl. Lapangan Stasiun No. 1, Jakarta Barat ini menempati area seluas 10039 meter persegi. Di dalamnya terdapat berbagai koleksi perbankan tempoe doeloe, seperti antara lain peti uang, mesin hitung uang mekanik, kalkulator, mesin pembukuan, dan mesin cetak. Awalnya gedung ini merupakan gedung Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) atau Factorji Batavia, yaitu perusahaan dagang milik Belanda yang kemudian berkembang menjadi perusahaan di bidang perbankan. Bangunan yang dirancang oleh 3 orang arsitek belanda yaitu J.J.J de Bruyn dan A.P. Smits dan C. van Linde ini dibangun tahun 1929 dan pada tanggal 14 Januari 1933 dibuka secara resmi oleh C.J Karel Van Aalst, Presiden NHM ke-10. Sejak gedung ini berdiri hingga kini, Gedung ex-NHM ini tampak kokoh dan megah dengan arsitektur Niew Zakelijk atau Art Deco Klasik. Selain itu, ornamen bangunan, interior dan furnitur museum ini masih asli seperti ketika bangunan ini didirikan.

Museum Bank Mandiri.

Di Gedung Museum Bank Mandiri inilah kami mengawali dan mengakhiri ‘penjelajahan’ kota tua Jakarta, hanya dengan kontribusi sebesar 50 ribu rupiah per peserta. ^_^

Kelompok Betawi.

1 komentar:

  1. mau donk
    diinfo-info kalo ada jalan-jalan ke KOTA TUA lagi
    kayaknya seru tuh..palagi mbil hunting foto :)

    BalasHapus